PELANGGARAN
HAM TERHADAP
ANAK
JALANAN
OLEH :
KOMANG LITA
WULANSARI (C1114179)
KELAS : 1 E
S-1
KEPERAWATAN
STIKES
BINA USADA BALI
2014
I.
PENDAHULUAN
A. Dasar
Pemikiran
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak
manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di di dalamnya
tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan
HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran
HAM seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun
sebaliknya.
Setelah
reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM
bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya
menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan
kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita.
Kasus-Kasus
Pelanggaran HAM di
Indonesia Menurut Pasal 1 Ayat 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
UUD 1945 pasal 27 ayat 2 menyebutkan bahwa “fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.”Kemudian UU No.39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, dan keputusan presiden RI No.36 tahun 1990 tentang
Pengesahan Convention on The Right of The Child. Semua jelas menyebutkan
pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan anak-anak terlantar
dan tak terkecuali anak jalanan yang juga berhak memperoleh hak-hak normal
lainnya.
Untuk itu,
kita perlu mengetahui bagaimana konsep dan implementasi Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Setelah mengetahui, kita dapat menjaga dan meminimalisir pelanggaran
HAM yang kita lakukan atau orang lain lakukan. Dalam pembahasan ini, kita juga
akan melihat bagaimana implementasi HAM terhadap anak jalanan di Indonesia,
karena sampai saat ini masih banyak pelanggaran HAM yang menimpa mereka. Maka dari
itu, saya tertarik untuk mengangkat kasus pelanggaran HAM terhadap anak
jalanan.
B. Permasalahan
1. Bagaimana Konsep, Implementasi dan perlindungan
HAM terhadap Anak Jalanan di Indonesia?
II.
PEMBAHASAN
A. Data
/ Kasus
Data
dari Komnas Perlindungan Anak menyebutkan sepanjang tahun 2007 sebanyak
4.370.492 anak putus sekolah SD, 18.296.332 anak putus sekolah SMP, dan 325.393
anak putus sekolah SMA. Sedangkan 11 juta anak sisanya buta huruf karena tidak
sekolah. Pengamat masalah anak dari Universitas Indonesia, Purnianti mengatakan
banyak kasus pelanggaran hak anak yang tak terungkap. Data 40,3 juta
pelanggaran hak anak hanya angka yang berhasil didokumentasikan oleh Komisi
Nasional Perlindungan Anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak mengungkapkan
sepanjang tahun 2007, sebanyak 40,3 juta anak telah dilanggar haknya.
Pelanggaran tertinggi adalah hak anak menempuh pendidikan (33,9 juta), hak
jaminan kesehatan (3,2 juta), dan eksploitasi anak (3,16 juta).
Anak
jalanan adalah salah satu masalah sosial yang kompleks dan bertalian dengan
masalah sosial lain, terutama kemiskinan. Menangani anak jalanan tidaklah
sederhana. Oleh sebab itu, penanganannya pun tidak dapat disederhanakan.
Strategi intervensi maupun indikator keberhasilan penanganan anak jalanan
dilakukan secara holistik mengacu kepada visi atau grand design pembangunan
kesejahteraan dengan memperhatikan karakteristik anak jalanan, fungsi dan model
penanganan yang diterapkan. Wujud
komitmen pemerintah dalam penegakan HAM dapat kita lihat dari dibentuknya
lembaga-lembaga resmi oleh pemerintah, seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan, dan Peradilan HAM. Lembaga perlindungan HAM yang
lain dibentuk masyarakat, seperti LSM Prodemokrasi dan HAM.
Perkembangan lembaga-lembaga penegakan HAM memang menunjang
semakin kuatnya pengawasan serta kontrol terhadap berbagai pelanggaran HAM yang
terjadi. Tetapi, sampai saat ini fenomena pelanggaran dan penegakan HAM yang
terjadi masih menjadi keprihatinan kita bersama. Bukti dari lemahnya penegakan
HAM di Indonesia dapat dilihat dari pernyataan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di
acara Silahturahmi Aktivis Pro-Demokrtasi di Hotel Acacia,Jakarta Pusat, Sabtu
(10/9/2011), “Hampir semua kasus berat, dari 27 Juli dan Mei 98, sampai
sekarang tidak berani disentuh pemerintah. Kasus-kasus ini ada di Kejaksaan
Agung, Jaksa Agung berada di bawah Presiden, tidak berani ungkap kasus-kasus
ini.”
B. Pembahasan
Anak jalanan merupakan
salah satu kasus pelanggaran HAM terhadap anak di Indonesia yang masih sulit
untuk ditangani oleh pemerintah. Untuk menangani masalah anak jalanan bukan hal
yang sederhana. Maka diperlukan penanganan yang serius . Tidak sedikit yang
berusia di bawah 10 tahun. Anak jalanan bertahan hidup dengan melakukan
aktivitas di sektor informal, seperti yang biasa kita lihat di kota Yogyakarta,
seperti menjual Koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas.
Sebagian lagi mengemis, mengamen, dan bahkan ada yang mencuri, mencopet atau
terlibat perdagangan sex dan obat-obat terlarang.
Hak
anak-anak jalanan pada jaminan kesehatan, perlindungan dari kekerasan, jaminan
pendidikan, jaminan kelangsungan hidup yang lebih baik, belum mendapat
perhatian yang benar dan serius oleh berbagai pihak. Penyelesaian persoalan
pelanggaran hak anak yang dialami anak-anak jalanan masih sangat parsial dan
kasuistis. Bahkan, anak-anak tersebut menjadi korban kedua kalinya atau lebih
oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai pelindung bagi mereka, baik oleh
keluarga, masyarakat bahkan aparat pemerintah sendiri. Perlinungan terhadap
anak jalanan merupakan tugas pemerintah.
Hal ini dikarenakan,
anak jalanan merupakan korban penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi. Anak
jalanan mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Kekerasa seringkali dialami oleh anak jalanan seperti kekerasan
berupa, menampar, menendang, memukul, mencekek, mendorong, menggigit,
membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Tidak hanya
kekerasan fisik, anak jalanan juga mengalami kekerasan psikis dan seksual, sepertisering
mendapat kata-kata yang kasar,
penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan anak di depan orang lain atau umum,
melontarkan ancaman dengan kata-kata,
Diraba-raba, diajak
melakukan hubungan seksual, disodomi dan dipaksa melakukan hubungan seksual dan
lain sebagainya. Hal tersebut menegaskan bahwa betapa pentingnya perlindungan
HAM terhadap mereka dan meminimalisisr berbagai kekerasan yang menimpa mereka. Agar anak jalanan tidak terus menjadi korban maka perlu
ada upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka.
Upaya tersebut akan berjalan efektif bila melibatkan semua stake holder yang terlibat: terutama
negara sebagai pemangku kewajiban HAM. Apalagi hak-hak anak-anak telah
tercantum jelas di berbagai aturan.
Dalam
UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Konvensi Hak Anak, Konvensi Hak ECOSOB
maupun UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara wajib menjamin, melindungi
dan memenuhi hak-hak anak di semua aspek kehidupan. Dan, Komnas HAM sesuai
dengan fungsinya akan terus mengingatkan negara untuk memenuhi kewajibannya dan
mengajak elemen lain yang ada di masyarakat untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak-dengan baik, sehat, dan benar. Contoh lain yang lebih sederhana, ada dalam kehidupan
sehari-hari kita sering menyaksikan anak-anak dibawah umur atau usia sekolah
harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk
membantu keluarganya.
Mereka telah kehilangan kebebasan sebagai anak untuk
menikmati masa kanak-kanak dan remaja. Demikian pula kesempatan untuk
mengembangkan potensinya. Berikut adalah beberapa ketentuan pidana atas
pelanggaran dan tindakan kejahatan mengenai anak :
a.
Pasal
77 UU no.23/02 mengenai tindakan diskriminasi, penelantaran yang mengakibatkan
anak mengalami sakit baik fisik maupun mental dapat dipidanakan dengan kurungan
penjara paling lama 5( lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00- (seratus juta
rupiah)
b.
Pasal
80 UU no.23/02
1.
Setiap
orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).
2.
Dalam
hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3.
Dalam
hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Berikut ini adalah pasal-pasal yang
dilanggar dalam kasus HAM pada anak jalanan :
1. Pasal
28 B Ayat 2
Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak tas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Pasal
28 H Ayat 1
Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
3. Pasal
28 I Ayat 2
Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat deskriminatif atas dasar apapun
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat deskriminatif
itu.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus
pelanggaran HAM tentang anak jalanan bukan kasus yang biasa dikatakan sederhana. Harus ditangani dengan tegas bagi pelaku
pelanggaran HAM terhadap anak jalanan maupun terhadap korban pelanggaran HAM. Bagi
para pelanggar harus diberikan sanski sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Dan bagi korbannya yang sebagian besar
merupakan anak di bawah umur pemerintah mempunyai tugas untuk mengembalikan hak-hak mereka sebagai anak yang
harus mendapatkan perlindungan, pendidikan, hak bermain, dan lainnya.
B. Rekomendasi
Indonesia sebagai salah satu
Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, maka Negara wajib mengakui
dan memenuhi hak dan kebutuhan anak Indonesia, ketika orang tua tidak sanggup
lagi melakukannya. Atau ketika anak-anak berada dalam kondisi yang sangat
rentan bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Karena anak terlantar dipelihara
oleh Negara yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 34.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar